Hai sobat traveller, memang benar
kalau Yogya merupakan daerah yang sangat kaya akan budaya dan tempat wisata. Nama-nama
seperti Keraton, Malioboro, Candi Prambanan, Monjalai, dan Parangtritis mungkin
sudah familiar di telinga kita, bahkan kita sudah sering mengunjunginya. Namun
semenjak tahun 2010-an, muncul sebuah fenomena baru yang bisa disebut surganya
alam di Yogyakarta, tak lain dan tak bukan adalah Gunung Kidul.
Setelah menyelesaikan tes yang
“katanya” adalah tes kemunafikan dan untuk melepas beban pikiran karena harus
menghapalkan UUD 1945, akhirnya saya putuskan tuk berlibur ke gunung kidul. Berangkat
dari Jakarta pada tanggal 1 September 2014 pukul 23.00 WIB naik kereta Jaka
Tingkir, saya sampai di Lempuyangan pukul 08.45-an atau telat sekitar 2 jam
dari jadwal (kebiasaannya Indonesia yang suka telat, termasuk jadwal
keretanya...hehe). Di sana saya sudah di jemput sma mas Nafiq Muiz, teman
sekelas waktu kuliah yang merupakan orang asli Gunung Kidul. Oh ya, selama di
gunung kidul saya menginap di rumah mas Muiz ini, rumahnya masih satu desa
dengan Goa Pindul yaitu di Desa Bejiharjo, Karangmojo.
Setelah menyantap soto ayam di
depan stasiun, saya pun menuju ke rumahnya Mas Muiz. Sekitar 45 menit
perjalanan dengan motor, sampailah saya di gerbang selamat datang gunung kidul yang
terpapang besar. Dari gerbang itu masih sekitar 30 menit buat sampai ke Desa
Bejiharjo. Lumayan jauh juga dari pusat Kota Yogya, tapi perjalanannya seru
karena kita dikelilingi pemandangan alam khas dataran tinggi (meskipun saya
harus memangku koper yang beratnya minta ampun).
Sesampainya di rumah Mas Muiz,
saya sempatkan bercengkrama dengan keluarganya sambil istirahat. Tipikal orang
di daerah gunung yang sangat kental adalah keramahannya, mengingatkan saya pada
keramahan orang-orang gunung di daerah
Besuki Tulungagung tempat nenek saya tinggal. Selain itu ciri khas lainnya
adalah kegemaran menyantap teh di sana setiap ada waktu kosong, perbedaannya
kalau teh di daerahku (sebut saja Kediri) itu rasa manisnya sangat kental,
kalau di sana tidak begitu manis karena mengutamakan cita rasa teh supaya tidak
hilang.
Selepas Dhuhur barulah saya pergi
ke Goa Pindul ditemani Muiz, jaraknya
hanya sekitar 3 km saja dari rumahnya.
Harga tiket masuk Goa Pindul
adalah Rp 35 ribu (saya kemarin hanya membayar Rp 25 ribu karena “kenal” orang
asli sana, lumayan lah dapat diskon, hehe). Dengan harga segitu kita sudah
mendapatkan 1 set perlengkapan keamanan seperti pelampung, sepatu, ban yang
dinaiki, serta 2 orang pemandu (yang satunya lebih tepat bertugas sebagai
fotografer). Saya pertama kali tahu tentang Goa Pindul ketika melihat iklan
salah satu merk rokok di televisi yang mengambil tempat di sana (slogannya
sangat seru, “My Life is adventure”, hehe). Dulu sebelum terkenal, di Goa
Pindul cuman ada 1 agen persewaan yang “menguasai” tempat wisata ini. Tapi
setelah terkenal dan orang-orang melihat ada peluang bisnis yang menggiurkan,
akhirnya bermunculan agen-agen yang lain. Terhitung tak kurang ada 9 agen
sekarang di sana, lumayan pesat juga ya perkembangannya.
Tuh dah lengkap kan
pengamannya......
Ban sebesar itu cara memakainya
bukan kita masuk ke dalamnya, tapi kita akan duduk di atasnya. Di kanan-kiri
ban ada semacam tali untuk berpegangan karena nanti si pemandu akan menarik
kita mengarungi sungai di dalam Goa. Berhubung kami cuman 2 orang, kami pun
nebeng rombongan lain untuk mengarungi Goa Pindul.
Nih rombongannya, sekitar 7 orang kalau gag salah |
Enak kan duduk di atas ban trus di
tarik sama mas pemandunya....
Nih pintu masuk goa...
Air di dalam goa ini bisa dibilang tenang, tidak begitu
deras alirannya. Saat mulai masuk ke dalam Goa, kang mas pemandu mulai
menceritakan awal mula terbentuknya Goa pindul ini yang konon
bla....bla...bla...(pas itu saya sibuk foto-foto jadi tidak sempat mendengarkan,
hehe). Kondisi Goa sangatlah gelap, tapi tidak usah khawatir karena si pemandu
telah membawa senter yang cukup untuk menerangi isi Goa selama kita di dalam. Goa
itu terdiri dari 3 bagian kedalaman, yang paling dalam ada di bagian tengah
yang mencapai 12 meter. Banyak sekali ornamen-ornamen yang sangat cantik di
dalam Goa seperti stalaktit, stalagmit, dan batu kristal. Ada 3 buah stalaktit
yang cukup besar di setiap bagian Goa, dan semuanya masih bisa bertambah
panjang karena dapat kita lihat air pada stalaktit itu masih menetes. Selain
batu-batu itu, terdapat banyak kelelawar yang hidup di atas Goa, namun sekarang
jumlahnya sudah jauh berkurang. Kelelawar-kelelawar itu membentuk sebuah
lukisan di dinding-dinding Goa yang semakin mempercantik pemandangan di dalam.
Perjalanan di dalam Goa kurang
lebih sekitar 15 menit. Tapi biasanya orang-orang yang masuk pasti akan
menyempatkan diri untuk berenang di suatu tempat yang menyerupai kolam besar
sehingga memakan waktu yang lama. Kebanyakan dari mereka menghabisan waktu
untuk berfoto-foto di kolam itu sambil lompat dari ketinggihan, termasuk saya
(ada bagian di mana kita bisa lompat dari atasnya) .
Setelah puas berenang, kami pun
digiring keluar dari Goa. Di pintu keluar sekali lagi kita disuguhi pemandangan
yang indah, yang bisa kita gunakan sebagai background untuk mengabadikan momen.
Narsis di depan pintu keluar Goa |
Pamer body dulu, meskipun perut agag maju, hehe |
Goa Pindul...SAE.... |
By Eriezta Andresta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar