Rabu, 26 November 2014

PANTAI GONDO MAYIT, "KEINDAHAN DIBALUT NAMA SERAM"



Hai sahabat traveller, kali ini perjalanan kita akan menjelajahi salah satu pantai perawan di Blitar yang lumayan seram namanya, tak lain dan tak bukan adalah Pantai Gondo Mayit. Pantai ini terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Kalau mendengar kata Tambakrejo mungkin sudah tidak asing lagi di telinga sahabat traveller karena Tambakrejo merupakan salah satu pantai terkenal di Blitar. Lokasi Pantai Gondo Mayit sendiri tepat di sebalah Pantai Tambakrejo, hanya dibatasi bukit yang tidak terlalu tinggi.
Saya berangkat dari Pare pukul 08.00 WIB bersama dengan Ferdy, Taufiq, dan Kiki (D’Jay Kos Team), Rute yang kami lalui adalah Pare-Wates-Blitar. Aspal di sekitar perbatasan Kediri-Blitar banyak yang sudah rusak sehingga kami harus lebih berhati-hati, terutama ketika menyalip kendaraan lain. Memasuki Kecamatan wonotirto jalanan mulai berkelok-kelok dan menyempit, akhirnya kurang lebih setelah 2 jam kami sampai di Tambakrejo. Pantai Tambakrejo sendiri sangat panjang garis pantainya dan sangat enak untuk dipakai bermain air, tapi tujuan utama kami bukan di pantai itu, tetapi pantai yang ada di sebelahnya. Harga tiket masuknya Rp 3000 tiap orang.
Jalanan di Kecamatan Wonotirto, dari sini laut lepas sudah bisa kita lihat 
 
Gerbang masuk di kawasan wisata Pantai Tambakrejo
Rincian harga tiket masuk
 Ada rasa penasaran bagi saya pribadi kenapa pantai itu dinamakan sebegitu menyeramkan. Usut punya usut, setelah bertanya pada penduduk sekitar, ternyata pantai itu dinamakan Gondo Mayit karena di atas bukit menuju pantai ada kuburan (mungkin sekitar 5 makam) sehingga di sebut pantai yang ada mayitnya. Tapi semua itu hanya nama belaka, tidak ada hal mistis yang perlu ditakutkan saat sampai di sana. Yang timbul malah decak kagum akan keindahan pemandangan laut, yang bisa kita nikmati dari atas bukit.
Setelah menitipkan motor di warung yang ada di Pantai Tambakrejo, kami pun mulai tracking menaiki bukit. Sebenarnya ada jalan kecil yang bisa kita tempuh dengan motor untuk sampai di Gondo Mayit, tapi kalau lewat sana kita tidak akan bisa melihat-lihat pantai dan laut dari atas ketinggian. Bukitnya tidak terlalu menanjak, hanya perlu kehati-hatian saja supaya tidak tergelincir, paling sekitar 15-20 menit saja perjalanan untuk mendakinya. 
Narsis dulu bareng d'jay kos
 

Pemandangan dari atas bukit
 Ombak di Gondo Mayit lumayan kencang, pasirnya lembut dan bersih khas pantai-pantai di laut selatan. Hawanya sejuk meskipun matahari sedang terik. Pantai ini sendiri belum begitu di kelola oleh pemda setempat, hal itu dapat dilihat dari sepinya orang yang berjualan di sana serta akses jalan menuju pantainya (pas saya ke sana hanya ada 2 warung d sekitar pantai, itupun juga sedang tutup). Berikut momen-momen yang sempat kami abadikan.


Pasir di Gondo Mayit
Berjemur dulu bro, hehe




 Puas bermain-main dengan ombak dan perut kami pun mulai keroncongan, kami pun kembali ke area Pantai Tambakrejo karena yang ada penjual makanan hanya di sana saja. Setelah selesai mandi dan sholat, kami berempat memilih-milih menu makanan apa yang enak di santap siang hari di tepi pantai. Dan pilihan kami pun jatuh kepada........jreng.......jreng...... ikan bakar, hehe. Di Tambakrejo banyak tersedia ikan bakar jenis tongkol, harganya pun antara 6 ribu sampai 10 ribu, tergantung besar kecilnya ukuran ikan. Sambil ditemani es degan mantap banget lah........:D
 
Ikan bakar plus es degan, uenak...

Senin, 24 November 2014

AIR TERJUN TRETES, “TWIN HEAD GIANT”


“Kepuasan dalam menggapai keindahan tidak selalu dicapai dengan cara yang mudah, akan butuh banyak perjuangan di dalamnya”
Mungkin kutipan kalimat tersebut akan tepat untuk menggambarkan pesona dari salah satu air terjun tertinggi di Pulau Jawa ini. Hal ini dikarenakan untuk dapat mencapainya butuh perjuangan yang lumayan ekstra, terutama untuk orang-orang yang jarang mendaki seperti saya ini, hehe.
Bersama Ferdy dan Taufik (temen-temen d’jay kos) kami berangkat dari pare pukul 10.00 WIB. Untuk mencapai air terjun sebenarnya ada 2 rute, yaitu lewat Jombang ke arah Gudo, atau lewat Pare-Kandangan. Kalau lewat Pare, setelah pasar kandangan (trafic line kandangan) ambil jalan yang lurus saja, setelah itu ikutin saja jalan aspal tersebut sampai ke Desa Galengdewo Kecamatan Wonosalam. Tidak ada petunjuk jalan (plang) yang bisa mengarahkan kami ke air terjun itu sehingga kami sesekali berhenti untuk bertanya ke penduduk sekitar. Jalan menuju desa tersebut sudah di aspal semua, tidak begitu banyak lubang-lubang sehingga cukup mudah untuk dilewati motor.

Letak air terjun Tretes sendiri berada di antara bukit-bukit pegunungan, di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soeryo di komplek Gunung Anjasmoro. Tidak ada akses  kendaraan bermotor untuk bisa mencapai tempat itu sehingga kita harus menitipkan motor kita ke penduduk sekitar (biaya nitipnya Rp 5000). Awalnya saya mengira kami tidak harus berjalan terlalu jauh dari tempat batas penitipan motor itu, tapi ternyata perkiraan saya salah. Kurang lebih 1,5 jam waktu yang harus kami tempuh untuk mencapai lokasi air terjun yang berada di kawasan hutan lindung Kementerian Kehutanan itu.
Di awal perjalanan kita akan melihat deretan perkebunan salak dan kopi milik penduduk sekitar. Jalannya tidak terlalu menanjak, tapi lumayan melelahkan sehingga kami harus berhenti beberapa saat untuk istirahat (ironisnya yang membawa minum hanya 1 orang dan itu hanya sebotol aqua ukuran 600 ml, hehe). Selain itu kita juga sesekali berpapasan dengan penduduk di sana yang mencari rumput dan kayu di area bukit. Kata orang-orang kalau lagi musim hujan pengunjung di larang untuk naik ke lokasi karena di situ adalah daerah yang rawan longsor. Bahkan kalau cuaca sudah kelihatan mendung, pengunjung harus sesegera mungkin untuk turun, guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Saran saya kalau mau ke sana bawa air minum secukupnya dan bekal atau jajan karena di sepanjang perjalanan tidak ada warung (ya jelaslah, lha di dalam hutan masak ada warung, hehe).


Jalan setapak yang kami lalui

Jalan yang harus dilalui adalah jalan setapak. Di sepanjang jalan kita akan disuguhi pemandangan bukit yang sangat indah, sungai yang mengalir, dan kicauan burung-burung (pokoknya mantab banget lah buat yang suka suasana alam). Ada 2 pos pemberhentian yang bisa kita gunakan untuk istarahat, tapi jangan harap ada yang jual makanan. Oh ya, untuk tiket masuk ke air terjun ini adalah Rp 0 alias gratis. Wisata ini belum begitu dikelola oleh pemda Jombang, mungkin karena letaknya yang di dalam hutan lindung sehingga ditakutkan akan mengganggu habitat yang ada di dalamnya kalau dikembangkan menjadi tempat wisata. Bisa dibilang Air Terjun Tretes memang dibiarkan masih alami, itulah salah satu daya tarik tersendiri dari air terjun ini. Tapi kalau dikelola secara benar tanpa harus merusak alam disekitarnya, saya yakin tempat ini akan jadi salah satu destinasi wisata unggulan di Jawa Timur.
 
Pemandangan di sepanjang perjalanan

Setelah berjalan sekitar 1,5 jam kami pun sampai di lokasi air terjun. Panorama alam yang sangat indah langsung terpancar dari area itu. Rasa lelah setelah berjalan jauh akan terbayar lunas. Hening, dingin, di tambah cipratan-cipratan air terjun menambah kemurnian pemandangan yang kita dapatkan. Sekedar info, saat kami di sana tidak ada pengunjung sama sekali, artinya saat itu di lokasi air terjun itu hanya ada kami bertiga (enak kan, kapan lagi enikmati pemandangan air terjun yang tinggi dan megah tanpa terganggu keramaian, hehe). Airnya sangat sejuk, bahkan saya sempat meminum airnya untuk merasakan kealamian air dari pegunungan.








Kamis, 20 November 2014

GUNUNG KIDUL, SURGANYA YOGYAKARTA (PART 4) – GUNUNG NGLANGGERAN DAN BUKIT BINTANG




 Akhirnya tiba juga kita diperjalanan terakhir saya di Gunung Kidul. Wisata terakhir yang ingin saya nikmati adalah menyaksikan keindahan Kota Yogya pada malam hari dari ketinggian. Tempat yang saya pilih adalah Gunung Nglanggeran dan bukit bintang. Gunung Nglanggeran merupakan gunung api purba yang ada di Gunung Kidul, artinya gunung ini pernah menjadi gunung api aktif pada zaman dahulu. Letaknya di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul.
Saya dan Mas Muiz berangkat dari Wonosari selepas ashar. Perjalanan kali ini kami lakukan berdua lagi karena Bagus ada acara sehingga harus pulang ke Bantul. Perjalanan sekitar 45 menit dari Wonosari. Sebenarnya di kawasan Nglanggeran ada 2 tempat yang bisa kita nikmati, yaitu area pendakian ke gunung purba dan area Embung yang berada di sebelah pendakian tersebut. Bagi yang belum tahu saja, Embung itu seperti kolam buatan yang digunakan untuk menampung hujan dan akan dialirkan ke daerah di bawahnya.
Harga tiket untuk ke area Embung adalah Rp 5000 per orang, sementara untuk tiket pendakian sebesar Rp 7000 per orang. Untuk orang-orang yang males mendaki, biasanya mereka hanya mengunjungi Embung saja karena letak Embung itu sendiri juga sudah berada di ketinggian. Tapi kalau ingin menikmati suasana matahari terbit dan tenggelam yang begitu indah, saya sarankan anda untuk mendaki .
Kami putuskan untuk melihat Embung dulu karena saya belum pernah ke sana. Jalan menuju Embung sudah di aspal dan katanya akan dibangun perkebunan buah di sekitar area Embung. Suhu di atas embung cukup dingin dengan angin sepoi-sepoinya, pemandangannya bagus karena kita bisa melihat deretan Gungung Nglanggeran dari sini dan kita juga bisa melihat tenggelamnya matahari, pokoknya mantaplah, di jamin gag rugi sama sekali  (bahkan kita bisa melihat orang yang berada di puncak Gunung Nglanggeran, hehe).
Deretan Gunung Nglanggeran

Pemandangan pegunungan di sisi yang lain
Ni bentuk embungnya...

Mas Muiz yang lagi merenung, hehe
Akhirnya bisa foto bareng, hehe

Di sini banyak sekali spo-spot yang bagus untuk mendapatkan foto siluet dari efek tenggelamnya matahari. Saat matahari sudah tenggelam, lampu-lampu di sekitar embung akan dinyalakan sehingga keindahan embung di ketinggian ini akan semakin terasa.





Area parkir dilihat dari embung

Setelah puas berfoto-foto dan menikmati matahari tenggelam, kami berdua lalu turun. Sebenarnya saya ingin mendaki sampai puncak gunung untuk melihat Yogyakarta di malam hari dari ketinggian, tapi kondisi perut yang sudah mulai lapar dan sudah capek karena seharian jalan-jalan, akhirnya kami putuskan melihat Yogyakarta dari Bukit Bintang saja sambil makan malam. Dari Gunung Nglanggeran ke Bukit Bintang perlu waktu sekitar setengah jam. Kami mampir ke masjid dulu buat menunaikan sholat magrib (jalan2 yes, pokok jo lali karo sholate).

Bukit Bintang sendiri letaknya di sebelah gerbang besar bertulisan "Selamat Datang di Gunung Kidul" (pokoknya kalau dari Kota Yogya mau ke Gunung Kidul pasti melewati Bukit Bintang, letaknya sebelum gerbang masuk itu). Di sana terdapat monumen bertuliskan GUNUNG KIDUL.  

Monumen di malam hari
Dan inilah penampakan Yogyakarta di malam hari.......Wonderfull....
Gag terasa 2 hari 3 malam di Gunung Kidul benar-benar pengalaman yang sangat berkesan dan tak terlupakan. Terima kasih buat Mas Muiz dan keluarga yang sudah memperbolehkan saya untuk menginap dan maaf kalau sering merepotkan pas di sana (bahkan pagi harinya saya masih numpang ngrepotin Mas Muiz buat mengantarkan saya ke Stasiun Lempunyangan, hehe). Thanks juga buat Bagus yang sudah nemenin jalan-jalan walaupun cuman setengah hari. Tak lupa saya membawa bakpia khas Yogya buat oleh-oleh di rumah, meskipun pada akhirnya saya sendiri yang menghabiskan, wkakakakakaka.

 Selalu ada kata "kembali" saat kamu sudah merasakan keindahan dan keramahan Yogyakarta, karena kamu akan selalu ingin kembali untuk mengunjunginya lagi. Dan sekarang Yogyakarta punya primadona baru yang sangat cantik, primadona itu bernama Gunung Kidul. Next time saya pasti akan k sana lagi dan semoga saja sudah bisa mengajak keluarga sendiri, hehe......

By Eriezta Andresta